https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Investor Ogah Invest ke Kalteng, Ini Sebabnya

Investor Ogah Invest ke Kalteng, Ini Sebabnya

Pengurus Gapki Kalteng melakukan audiensi dengan Pemerintah Provinsi Kalteng membahas permasalahan investasi. foto: ist.

Palangkaraya, kabarsawit.com - Ada kekhawatiran penjarahan buah kelapa sawit yang merajalela membuat para investor enggan untuk datang ke Kalimantan Tengah (Kalteng). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kalimantan Tengah menuntut pemerintah setempat untuk segera bertindak.

Pengurus Gapki Kalteng melakukan audiensi dengan Gubernur Kalteng terkait masalah ini. Dalam pertemuan tersebut, Syaiful Panigoro, Ketua Gapki Kalteng, mengatakan bahwa penjarahan buah sawit terjadi secara terbuka dan terus meningkat.

Pada awalnya, penjarahan terjadi di perusahaan besar swasta (PBS) di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Barat. Namun, baru-baru ini, para penjarah juga mulai merambah ke perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kotawarin Timur.

“Beberapa kelompok oknum masyarakat bahkan mengerahkan 200 kendaraan selama panen kelapa sawit. Hal ini menjadi perhatian kami karena terkait dengan permintaan 20 persen plasma. Bahkan perusahaan-perusahaan yang sudah mendapatkan plasma pun masih dijarah," ujarnya pada hari Kamis (25/1).

Ia mengatakan bahwa masyarakat di sekitar perkebunan perusahaan yang telah membeli plasma merasa bingung mengapa perusahaan diam saja terhadap perkebunan yang dijarah. “Padahal jumlah petugas keamanan hanya sedikit, dan itu tidak seberapa dibandingkan dengan para penjarah yang datang secara berkelompok,” terangnya.

Menurutnya, fenomena penjarahan ini sudah berlangsung sekitar satu tahun. Namun, baru terungkap setelah dua warga tewas dalam baku tembak di Desa Bangkal. “Tuntutan 20 persen kebun plasma juga terjadi di provinsi lain, tetapi penjarahan hanya terjadi di Kalimantan Tengah," katanya.

Gapki Kalteng meminta maaf kepada anggotanya yang tidak memenuhi tanggung jawab mereka untuk mendorong 20 persen perkebunan rakyat.

“Kami meminta anggota kami untuk memilah-milah dan mengikuti aturan. Sebagian besar anggota kami telah melakukannya, tetapi ada beberapa yang masih berada di portal meskipun perusahaan membangun lebih dari 20 persen lahan yang dapat ditanami," jelasnya.

Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran berjanji untuk mengambil langkah-langkah untuk mengatasi kekhawatiran para investor. “Kami akan membentuk satuan tugas," katanya.

“Para investor membawa banyak uang ke Kalimantan Tengah, berinvestasi di bidang perkebunan, pertambangan, HPH dan HTI. Mereka merasakan kecemasan sosial dan regulasi dari pemerintah. Oleh karena itu, kami mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa investor yang membawa uang ke Kalteng tidak lagi merasa tidak aman,” tuturnya.

Ia juga menekankan bahwa perusahaan harus memenuhi kewajiban sosial dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama yang tinggal di sekitar perkebunan.

“Jangan lupakan kewajiban. Bagaimana mungkin masyarakat miskin di Kalimantan Tengah tetap miskin ketika investor sudah masuk ke sana, baik itu pertambangan, perkebunan atau HTI,” tukasnya.

“Saya juga bilang tentang kondisi fasilitas sekolah di Kalimantan Tengah – SD, SMP, SMA dan universitas. Kami sudah sampaikan kepada Gapki bahwa fasilitas-fasilitas tersebut tidak memadai," lanjutnya.

Gubernur juga memberikan pengarahan kepada Gapki Kalimantan Tengah mengenai upaya-upaya yang dilakukan untuk memerangi kemiskinan. Upaya ini termasuk kemitraan dan partisipasi dalam pengelolaan perkebunan plasma untuk membantu masyarakat keluar dari kemiskinan.

“Kita harus memenuhi tanggung jawab sosial kita. Agar pembangunan jangka panjang di Kalimantan Tengah dapat berjalan dengan optimal, perusahaan harus berpartisipasi dalam pembangunan perguruan tinggi," jelasnya.

Rizky Ramadana Badjuri, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perkebunan Kalteng, mengatakan bahwa pertemuan ini merupakan awal dari penyelesaian sengketa terkait penghijauan di Kalimantan Tengah.

Ia menambahkan bahwa memang ada beberapa perbedaan peraturan yang memperparah masalah ini. "Tentu saja, ada perusahaan yang saat ini tidak merealisasikan perkebunan masyarakat," katanya.

"Namun, bukan berarti mereka yang belum melakukannya tidak mau melakukannya, karena peraturan yang ada masih menyatakan bahwa perusahaan yang didirikan sebelum tahun 2007 tidak diwajibkan untuk melakukannya,” tutupnya.