https://www.kabarsawit.com


Copyright © kabarsawit.com
All Right Reserved.

Capaian Kinclong BPDPKS

Capaian Kinclong BPDPKS

Dirut BPDPKS, Eddy Abdurrachman saat bersama Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat ME Manurung di kawasan Siak Hulu, Kampar, Riau. foto. ist

Nyaris taka da lagi yang tak dibikin oleh Badan Layanan Umum Kementerian Keuangan ini untuk memajukan industri kelapa sawit Indonesia. 

Jakarta, kabarsawit.com - Kalau menengok data yang  dihamparkan oleh tiga petinggi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu pada Jumat pekan lalu, tiga tahun mendatang geliat industri kelapa sawit, khususnya di level petani, sudah akan semakin kinclong. Soalnya, nyaris tak ada lagi yang tak dibikin oleh Badan Layanan Umum (BLU) milik Kementerian Keuangan ini untuk mencapai predikat itu. 

Tengoklah dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM), dari tahun 2015 hingga November 2022, sudah 11.688 orang pekebun yang dicekoki ilmu perkelapasawitan. Belum lagi 4.265 mahasiswa yang dididik di 7 perguruan tinggi. Sekitar Rp284 miliar duit sudah digelontorkan. 

Semua SDM yang sudah dicekoki ilmu ini, tentu akan sangat berdampak pada perkembangan industri kelapa sawit ke depan. Biar kelapa sawit lebih berdaya guna, BPDPKS juga sudah menggelontorkan duit untuk para peneliti dalam program penelitian dan pengembangan. 

Di periode yang sama --- tahun 2015 sampai November 2022 --- 950 peneliti dan 383 mahasiswa sudah dibiayai. Mereka berasal dari 78 lembaga peneliti. Tak kurang dari 243 hasil penelitian sudah dipublikasikan. 

Sekitar 7 buku dan 50 hak paten juga sudah ada. Lagi-lagi, semua ini tentu akan sangat bermanfaat bagi semakin berdayagunanya kelapa sawit itu. Untuk semua itu, sekitar Rp435 miliar duit, sudah digelontorkan. 

Akhir bulan lalu, Tujimin bersama lebih dari 340 kepala keluarga anggota KUD Makarti Jaya Desa Kumain Kecamatan Tandun Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Riau, menggelar panen perdana. 

Satu hektar kebun hasil program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu menghasilkan 6,7 ton. Padahal tanaman itu baru akan berumur 4 tahun. 

Tapi lantaran diurus serius bersama bapak angkatnya PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) V dengan pola single management, hasilnya benar-benar bisa sebagus itu. Memang hasil semacam itulah yang diinginkan oleh  BPDPKS makanya program PSR tadi digeber. Luas lahan tetap, produktifitas meningkat. 

Persis seperti yang dibilang oleh Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari waktu memaparkan visi dan misi serta apa yang sudah dilakukan oleh BPDPKS selama hampir tujuh tahun terakhir di hadapan anggota Komisi XI DPR, saat berkunjung ke Riau pada Jumat pertengahan bulan lalu. 

Di hari yang sama, Direktur Perencanaan dan Pengelolaan Dana, Kabul Wijayanto dan Direktur Keuangan, Umum, Kepatuhan dan Manajemen Resiko, Zaid Burhan Ibrahim, juga memaparkan hal yang sama. Kabul di Medan Sumatera Utara (Sumut) dan Zaid di Palembang Sumatera Selatan (Sumsel). Kebetulan para anggota Komisi XI tadi berbagi tugas untuk datang ke tiga provinsi itu. Tujuannya satu; Kunjungan Kerja Spesifik bersama BPDPKS. 

Di Riau kata Sunari, dari 2016 hingga November 2022, sudah lebih dari Rp877 miliar duit program PSR yang disalurkan kepada 13.555 pekebun kelapa sawit dengan luas lahan 32.653 hektar. Luasan ini berpotensi mengalami peningkatan produktifitas sebesar 261.224 ton per hektar pertahun. 

Dengan peningkatan produksi semacam itu, pendapatan petani pun akan meningkat hingga Rp522,45 miliar pertahun. Itu jika harga TBS di angka Rp2000 per kilogram. Kalau di atas itu, tentu kocek petani akan lebih bengkak lagi. 

Itu baru di Riau. Secara nasional --- pada periode yang sama --- duit program PSR yang sudah tersalurkan telah mencapai Rp7,05 triliun. Duit sebanyak itu mengalir kepada 257.862 hektar kebun milik 112.925 petani.

Kalau merunut pada hitungan di Riau tadi, total kebun PSR se-Indonesia ini tentu sudah bakal mengalami peningkatan produktifitas sebesar lebih dari 2 juta ton per tahun. Oleh moncernya PSR inilah semua asosiasi petani kelapa sawit berharap agar syarat-syarat yang dibikin untuk mendapatkan program itu tidak rumit. 

"Soalnya kan sudah penanaman ulang, itu artinya petani sudah menguasai lahan itu lebih dari 25 tahun. Kalau selama itu aman saja, kenapa harus ada tambahan syarat yang memberatkan petani," kata Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung. 

Ketua Umum DPP Sawitku Masa Depanku (SAMADE), Tolen Ketaren, maupun Ketua Umum Aspekpir, Setiyono, juga menyodorkan harapan yang sama. "PSR akan sukses kalau syaratnya tidak rumit," katanya. 

Belakangan, BPDPKS juga sudah menganggarkan duit sebesar Rp300 miliar untuk membangun Pabrik Kelapa Sawit milik petani di tiga provinsi; Papua Barat, Kalimantan Barat dan Banten. Kemungkinan besar, awal tahun depan Papua Barat sudah peletakan batu pertama. Lokasi pabrik itu berada di lahan seluas 40 hektar di Kampung Wasegi Indah Distrik Prafi.

Dua pekan lalu, Ketua Dewan Adat Singkawang Selatan, Lorensius, sudah pula menunjukkan lokasi rencana pembangunan pabrik kelapa sawitnya seluas 18 hektar di Kelurahan Sagatani Kecamatan Singkawang Selatan Kota Singkawang Provinsi Kalimantan Barat. 

Selama ini hasil panen lebih dari 4000 hektar kebun kelapa sawit yang ada di Singkawang musti di antar Pontianak. Kalau tak ke sana, Sambas atau ke Bengkayang. Butuh waktu sekitar 5 sampai 6 jam truk yang mengangkut TBS baru sampai ke PKS. 

Itu kalau jalan tidak macet. Lantaran begitu jauh, para petani harus merogoh kocek sekitar Rp350 per kilogram untuk ongkos angkut. “Begitulah selama ini dan sampai sekarang kami rasakan,” cerita ayah 4 anak ini. 

Dan kalau PKS tadi sudah beroperasi, tak hanya petani kelapa sawit Singkawang yang bakal tertolong. Mentrado, Samalantan, Capkala dan Sungai Duri --- meski berada di wilayah Bengkayang --- dipastikan akan mengantar Tandan Buah Segar (TBS) nya ke Simuat; lokasi pabrik tadi. 

Selakau, Pemangkat, Tebas dan Salatiga di Sambas juga begitu. Sebab semua daerah ini paling jauh hanya 1,5 jam dari PKS Simuat. Sementara kalau ke PKS yang ada di Sambas, Bengkayang atau Pontianak, butuh waktu tempuh antara 4-7 jam. 

Lebih jauh Gulat cerita, tadinya mereka mengusulkan pembangunan PKS itu sebanyak lima unit. Tapi baru tiga yang kesampaian. Lelaki 50 tahun ini berharap Sumatera Barat dan Bengkulu segera menyusul. 

Walau tiga pabrik yang baru kelihatan kata Gulat, bagi petani itu sudah menjadi tonggak sejarah awal kebangkitan petani kelapa sawit Indonesia.  Soalnya sejak kelapa sawit ada di Nusantara, inilah kali pertama petani kelapa sawit di kasi peluang masuk ke sektor hilir, persis setelah pemerintahan Presiden Jokowi mendirikan BPDPKS. 

Dan doktor ilmu agronomi lingkungan ini buka-bukaan kalau sebetulnya usulan pendirian PKS petani ini ssejak tiga tahun lalu sudah disodorkan. Tapi tahun inilah baru kesampaian setelah turbulensi harga TBS akibat kelangkaan minyak goreng tempo hari. 

Lantaran itulah bagi petani, disetujuinya pembangunan pabrik itu menjadi kilometer nol bagi mereka untuk masuk ke industry hilir. Mereka sangat senang Presiden Jokowi telah memberikan peluang kepada petani kelapa sawit melalui Kementan. 

Peluang itu muncul lantaran presiden menengok, salah satu penyebab kelangkaan minyak goreng waktu itu lantaran perusahaan berlomba-lomba mengekspor. Jadi, hadirnya PKS petani ini menjadi tambahan pilihan bagi pemerintah untuk mempertahankan kebutuhan domestik. 

Intinya, hasil olah PKS milik petani ini nanti bukan untuk ekspor, tapi untuk hilirisasi sederet produk khususnya minyak makan merah dan minyak goreng.

Biar semua itu bisa terwujud, petani kata Gulat sangat membutuhkan peran pemerintah. Di semua negara, petaninya selalu dilindungi melalui regulasi yang memudahkan. Di Indonesia, petani bersyukur perlindungan itu sudah ditunjukkan melalui Kementan dan BPDPKS. 

Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini kemudian memastikan bahwa pabrik yang bakal dibangun itu, bukan cuma untuk kepentingan Apkasindo dan petaninya, tapi justru untuk kepentingan semua petani kelapa sawit Indonesia.