Nostalgia Ikan Toman dan Kanal Tua itu
Matahari baru saja menyeruak dari ufuk timur saat sepasang burung rangkong meliuk di atas kanal selebar 8 meter di kawasan Dayun Kabupaten Siak Provinsi Riau itu.
Di belukar sebelah Selatan hingga di sejumlah tempat di kanal itu, canda burung jalak, belibis, elang dan bahkan ruak-ruak saban hari menggiring sejumlah nelayan yang akan menengok hasil bubu ataupun pancing tahan yang dipasang kemarin sore. Ada juga yang memasang jaring.
Para nelayan itu adalah warga transmigrasi yang ada di sana, khususnya mereka yang tinggal di Kampung Buana Makmur. Dulu kedua kampung ini masih bernama Satuan Pemukiman (SP) 11 dan SP 12.
Sebab kebetulan kanal yang meliuk dari Utara ke Selatan sepanjang 10 kilometer itu berada di antara dua kampung tadi. Bahkan juga membelah areal perkebunan kelapa sawit milik Regional III PTPN IV di Utara dan Surya Dumai di Selatan.
Kanal itu sengaja dibangun oleh Asian Agri, induk usaha dari PT. Inti Indosawit Subur (IIS) pada sekitar 1992-1993. Sebelum warga transmigrasi datang ke kawasan itu. Tujuan utamanya untuk menjadi sumber air manakala musim kemarau tiba.
Perusahaan ini jugalah yang membina 12 kampung transmigrasi yang ada di gugusan kawasan Dayun hingga ke Kerinci Kanan di Selatan. Ke-12 kampung itu disebut juga sebagai plasma.
Jangan heran kalau saban pagi, tak kurang dari 2 ton ikan, bisa didapat oleh para nelayan dari kanal itu. Jenisnya macam-macam. Mulai dari ikan Toman, Silais hingga Baung.
"Selain dari kaplingan --- sebutan warga transmirasi terhadap kebun sawitnya yang seluas dua hektar --- banyak warga yang kemudian punya penghasilan tambahan dari kanal itu," cerita Katimin kepada Elaeis Media Group.
Lelaki 58 tahun ini adalah salah seorang warga Kampung Suka Mulya. Meski bukan warga transmigrasi langsung dari Pulau Jawa, ayah tiga anak ini sangat paham tentang seluk beluk kawasan itu.
Sebab dia sejak lama telah dipercaya sebagai juru bicara Forum Komunikasi Petani PIR Kelapa Sawit (FKPPKS). Wadah bagi 12 KUD yang ada di semua kampung eks transmigrasi itu.
"Siapapun boleh mencari ikan di kanal itu. Yang penting jangan ada yang menyetrum apalagi memutas (meracun)," katanya.
Uniknya, habitat Burung Hantu turut menjadi pemandangan tersendiri di sepanjang kanal itu, utamanya di kawasan kebun kelapa sawit milik 10 kelompok tani yang berada di kiri-kanan kanal itu. Luas lahan satu kelompok tani mencapai 48 hektar.
Ini terjadi lantaran ada aturan bagi mereka untuk setiap kelompok tani menyediakan tiga kandang burung hantu. Satu kandang diisi oleh sepasang.
Hanya saja 10 tahun belakangan kata Katimin, kondisi kanal yang berada di sepanjang kebun mereka, kadang mampet. Ini terjadi lantaran kanal bagian hilir kurang dirawat oleh perusahaan.
"Kalau kami sendiri rutin merawat kanal sepanjang kebun kami. Tapi ya yang namanya petani, tentu kemampuan kami sangat terbatas. Untuk itu, kami sangat berharap kerjasama dari semua pihak, tak terkecuali pemerintah untuk sama-sama menjaga kelestarian kanal ini. Sebab banyak yang bergantung atas kanal ini," lelaki bertubuh kurus ini berharap.