Potensi Limbah Sawit sebagai Sumber Energi Terbarukan yang Menjanjikan
Jakarta, kabarsawit.com - Sebagai salah satu produsen minyak sawit terbesar di dunia, Indonesia berada di posisi strategis untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya sambil mendorong keberlanjutan. Budidaya kelapa sawit telah memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan, namun juga membawa tantangan lingkungan yang perlu dihadapi.
Dalam acara virtual Konferensi Internasional 2024 bertema “Valorising Oil Palm and Agri Waste Feedstocks,” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) di Jakarta pada Rabu (2/10), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menekankan bahwa setiap tahun, sejumlah besar biomassa dari budidaya kelapa sawit terbuang sia-sia.
Limbah yang dimaksud meliputi tandan kosong, batang pohon, limbah cair, dan cangkang inti sawit. Menurutnya, produk sampingan ini seharusnya dilihat sebagai sumber daya berharga, yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi biofuel, bioplastik, dan pupuk organik.
“Valorisasi bahan baku dari limbah kelapa sawit dan pertanian di Indonesia dapat menjadi pengubah permainan, mendukung penerapan ekonomi sirkular yang seimbang antara perlindungan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Praktik pertanian berkelanjutan akan memastikan hal ini,” jelasnya dalam siaran pers.
Salah satu produk sampingan industri kelapa sawit yang menjanjikan sebagai sumber energi terbarukan adalah cangkang inti sawit. Dengan nilai kalori setara batu bara peringkat rendah, cangkang ini berpotensi mengubah lanskap energi di Indonesia.
Produksi cangkang inti sawit diperkirakan mencapai lebih dari 13,4 juta ton, dan peningkatan penggunaannya sebagai bahan bakar boiler di pabrik kelapa sawit menunjukkan pergeseran signifikan menuju solusi energi ramah lingkungan. Kualitas cangkang inti sawit dari Indonesia, terutama dari Pulau Sumatera, diakui unggul, menjadikannya pemimpin di pasar negara berkembang.
“Pemerintah Indonesia secara aktif menjajaki potensi co-firing cangkang inti sawit dengan batu bara peringkat rendah di pembangkit listrik domestik. Kami yakin langkah ini akan menghasilkan solusi inovatif untuk ekonomi dan lingkungan,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia memproduksi 3,9 juta ton minyak goreng bekas (UCO) pada 2023, yang digunakan sebagai bahan baku untuk bahan bakar penerbangan berkelanjutan (SAF). Indonesia juga mempertimbangkan pengupas inti sawit sebagai bahan baku baru dalam skema pengurangan karbon untuk bahan bakar penerbangan internasional, serta sebagai bahan pakan ternak dan bioetanol.
“Mengoptimalkan limbah kelapa sawit dan pertanian dapat membuka peluang ekonomi, khususnya di daerah pedesaan. Investasi dalam praktik ini dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan petani kecil, dan memperkuat mata pencaharian masyarakat. Ini bukan hanya tentang keberlanjutan, tetapi juga memberdayakan komunitas kita,” ungkap Airlangga.
Dia menekankan pentingnya kebijakan yang kuat dan kolaborasi di antara semua pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan tersebut. Kerangka kerja yang mendukung akan merangsang investasi dalam penelitian dan inovasi, membuka jalan bagi industri minyak sawit yang lebih berkelanjutan.
Konferensi ini dihadiri oleh lebih dari 150 peserta, termasuk perwakilan dari Kementerian/Lembaga, investor, trader, asosiasi, perusahaan, praktisi, dan akademisi, guna membahas potensi dan peluang minyak sawit Indonesia dan limbahnya untuk memberikan nilai tambah bagi industri.