Juragan Sawit Makmur Jaya
Cuma jebolan kelas satu SMP, dia merantau ke Kampung Besok menjadi penjaga sekolah. Tak tahunya sukses jadi juragan sawit.
Walau sudah menjadi seorang Bos, lelaki 47 tahun ini masih tetap saja seperti dulu. Berpenampilan dan bersikap sederhana. Bahkan apapun terkait usahanya, masih selalu dia lakoni.
Termasuk memuat dan menyusun Tandan Buah Segar (TBS) ke dalam bak truk berwarna hijau yang nangkring menunggu penuh, di bibir jalan lintas Dusun Bumi Jaya, Desa Makmur Jaya, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar).
Begitulah yang nampak saat Elaeis Media Group (EMG) bertandang ke Ram milik Kahar pada Senin pekan lalu. Sigap dia memanjat dinding bak truk yang terparkir di bagian belakang Ram miliknya itu. Ram yang dijejali juga oleh pepohonan kelapa sawit.
Begitu sampai di atas onggokan TBS yang ada di dalam bak truk itu, Tojok --- besi bulat sepanjang hampir satu meter berujung runcing --- digenggamannya pun menari memindahkan sejumlah TBS ke bibir bak truk agar kelihatan rapi.
"Saya sudah terbiasa seperti ini, tidak harus menunggu supir atau kernet untuk merapikan janjangan yang ada. Biar cepat kelarlah," katanya sembari tertawa.
Sudah hampir dua tahun ayah tiga anak ini menjalankan usaha Ram itu. Persis di seberang rumahnya yang sudah tergolong mentereng untuk ukuran orang di dusun itu.
Di belakang rumahnya tadi, ada pula bangunan bertingkat yang sengaja dibangun Kahar untuk menjadi sarang walet. Dari sini sudah barang tentu, cuan akan mengalir ke pundi-pundi kakek dua cucu itu.
Bermula dari modal Rp300 juta hasil pinjaman bank, usaha Ram itu kini sudah memiliki perputaran uang sekitar Rp1 miliar perbulan.
Armada untuk menopang usaha, dari yang tadinya hanya satu unit mobil langsir pada 2015, kini sudah 'beranak' menjadi empat unit truk colt diesel dan tiga unit mobil langsir.
Karyawan pun --- supir dan kernet --- sudah bertambah menjadi 10 orang. Ini belum termasuk yang mengurusi administrasi dan petugas timbangan. Kebetulan Kahar juga membikin timbangan digital di samping kantor Ram itu.
"Awal Ram ini buka, produksi per hari mencapai 70 ton. Tapi lambat laun berkurang. Sekarang hanya sekitar 30 ton. Ini terjadi lantaran orang-orang juga membuka Ram di desa ini. Selain saya, sudah ada empat Ram lain yang buka," ujarnya.
Lantaran persaingan yang semakin ketat itulah kemudian, Kahar tidak saja hanya membeli TBS orang-orang yang ada di desa itu, tapi juga menampung TBS dari desa lain, bahkan hingga ke kawasan Karosa. "Saya juga sudah berencana membuka Ram di luar desa ini, tak jauh dari Pabrik Letawa," wajah Kahar kelihatan serius.
Hanya Jebolan Kelas 1 SMP
Bila anak pertama dari tiga bersaudara ini kemudian diminta mengingat-ingat kembali perjalanan hidupnya, tak pernah terbersit sama sekali dalam benaknya, kehidupannya akan bisa menjadi sukses kayak sekarang.
Soalnya, dia cuma jebolan kelas satu SMP di kampungnya di Desa Selli, Kecamatan Bengo, Kabupaten Bone. Bukan lantaran ekonomi orang tuanya tak mampu, ”Tapi justru otak saya yang enggak mampu,” tertawa lelaki ini mengenang.
Selengkapnya baca di Elaeis Magazine Edisi 05 Vol. IV Tahun 2024